💧Di Hari Saat Hujan💧


[Seoul, South Korea]

[19.53]


       "Sial.." umpatku dalam hati. "Ah, padahal naskah novelku masih banyak yang harus direvisi tapi aku malah terjebak disini. Ck-" aku sedang duduk disebuah halte bus di daerah yang cukup jauh dari apartemenku. Memang salah untuk memutuskan berjalan kaki untuk pulang ke rumah dari tempat dengan jarak yang cukup jauh. Aku memutuskan mendengar lagu Only Then yang di aransemen ulang oleh salah satu penyanyi Korea Selatan.

       Jalanan cukup sepi karena hujan yang makin deras. Ditengah jatuhnya jutaan rintik dari langit aku melihat seorang wanita. Sepertinya seumuran denganku. Berjalan menunduk ditengah hujan sambil menenteng sepatunya. Bajunya terlihat seperti dia baru keluar dari lautan. Basah sekali. Tanpa aba-aba, dengan cepat kutarik lengan wanita itu untuk berteduh. Ia nampak kaget dan terdiam melihatku. Kulepas tanganku dan seketika dia tersadar kembali.

       "T.. Tuan.. Kk-kenapa anda... Menarik.. saya kesini..?" katanya terbata-bata karena kedinginan. Aku menghela napas. Kulepas jasku dan memakaikannya pada wanita ini, "manusia secantik malaikat sepertimu tidak pantas bersedih ditengah hujan lebat seperti ini," ia terkejut. Merasa sedikit tersipu. Tapi kemudian berubah lesu kembali.

       "Terimakasih.. Jasnya,,," kasihan sekali. Suaranya bergetar, "apa yang membuatmu sangat bersedih seperti ini, nona?" ia duduk, akupun duduk disebelahnya. "Aku.. Sedang bertengkar dengan suamiku..." ah, masalah rumah tangga, "Karena apa?" ia menunduk. Lalu mulai menangis. Aku mencoba mengusap punggungnya agar dia tenang. Setelah merasa tenang, ia melanjutkan ceritanya, "aku.. Takut... Takut untuk mendengar jawabannya.." aku masih menenangkannya. Ia melanjutkan, "aku baru saja dari rumah sakit.. Dengan suamiku, untuk memeriksa kandungan... Dan ternyata.." ia memegang jasku erat, "a-aku.. Aku mandul... Aku tidak bisa mempunyai anak.." Aku agak terkejut. Tapi aku terus menenangkannya, "lalu? Ada apa dengan suami mu?" dia masih menahan tangisnya.

       "Ia kecewa.. Sangat.. Aku bisa lihat dari raut wajahnya. Setelah keluar dari ruang dokter aku langsung berlari meninggalkannya. Aku tidak sanggup mendengar apa yang akan dia katakan.. Kami sudah satu tahun menikah, dan dia sangat ingin punya anak... Tapi.. Aku tidak bisa..." dia menangis pelan. Aku menghela nafas, "tapi lari bukan solusinya, nona. Kau harus mencari solusinya bersama suamimu. Bukan menyiksa dirimu seperti ini," dia hanya diam. Aku memasangkan headset kiriku pada wanita itu. Dan kita sama-sama terdiam.

       "Nona, apa kau mencintai suami mu?" ia tersenyum, "ya, sangat. Aku sangat mencintainya. Aku ingat saat ia sedang stress karena pekerjaannya, dan aku ada di sisinya. Menenangkannya. Melihat betapa terpuruknya dia. Dan disitu hatiku sakit. Tapi setelah ia kembali ceria berkat ku, hatiku merasa terobati," aku bertanya lagi, "dan suami mu? Apa dia mencintaimu?" ia masih tersenyum, tapi sedikit berkurang, "ya, tentu.. Tapi setelah hal tadi.. Aku tidak yakin apakan dia masih mencintaiku atau tidak." Nadanya datar, tapi sedih. Aku mendengar hatinya menangis keras dibalik kata-katanya tadi. Aku tersenyum tipis.

       "Nona, satu hal yang perlu kau tau. Kalau dia memang mencintaimu, ia pasti akan menerima mu apa adanya. Dia tidak akan peduli dengan semua kekuranganmu. Dan dia akan berusaha mencari jalan keluar terbaik untuk kalian," dia melihatku dan tersenyum. Senyum penuh kesedihan.

       Aku melihat baterai hp ku hampir habis. Aku meminta permisi untuk mencabut headsetku dari kuping kirinya. Kurogoh tasku untuk mencari powrebank, tapi yang kutemukan adalah sebuah payung. Pasti dimasukkan oleh Jina sebelum aku berangkat, "Oh, aku membawa payung ternyata." Aku melihat kearahnya, "maaf, nona. Sepertinya pertemuan kita hanya sampai disini." Ia berterimakasih karena aku mau mendengar semua ceritanya. "Nona, tunggulah disini. Ada seseorang sedang mencarimu. Orang yang sangat mencintaimu. Dan sangat kau cintai. Saya permisi dulu ya." Saat aku ingin mengambil jasku kembali, ia sempat mencegah karena ia merasa tidak enak padaku, tapi setelah kuyakinkan kalau tidak masalah, ia mengembalikan jasku dan membungkuk. Kubalas dan akupun membuka payungku dan pergi dari halte itu.

       Aku berhenti sejenak. Melihat ke belakang dan disitu sang suami dan sang istri sedang berpelukan, berlinang air mata. Mereka kemudian melepas pelukan mereka. Setelah sang suami berbicara sesuatu, sang istri tersenyum bahagia. Menangis terharu dan kembali memeluk suami tercintanya. Akupun tersenyum. Dan kembali melanjutkan perjalananku untuk pulang.

       Kadang, hujan memang bisa membawa keajaiban.

Komentar

Posting Komentar